Saturday, July 25, 2015

Buah Manis Perpisahan

Apa yang kalian ketahui tentang takdir? Apakah hanya sebatas rejeki? Hanya sebatas jodoh yang dipilihkan Tuhan? Sebatas ajal? Atau gabungan dari ketiga hal tersebut yang telah kita yakini telah tertulis dalam Lauh Mahfuzh?

Bagi saya, takdir itu juga mencakup hal lain.

Masih teringat jelas di memori, 5 tahun lalu, saat kita dikumpulkan dalam satu ruangan di kampus kita yang tercinta. Kita membawa segudang cita-cita dan impian masing-masing. Sebagian dari kita masih memegang cita-cita yang telah tergambar di dalam pikiran sejak mengisi bundaran formulir SNMPTN. Namun tidak banyak juga dari kita yang “mungkin” lebih realistis, sehingga cita-cita tersebut lambat lain terkikis oleh kenyataan hidup. Tidak ada yang salah dari hal tersebut. Bagi yang masih memegang cita-citanya, semoga di-ijabah. Dan bagi yang sekarang menemukan tujuan hidup baru, semoga lebih baik dari tujuan sebelumnya.

Di semester pertama, kita disibukkan dengan hal-hal yang memang biasanya menjadi kesibukan anak kuliahan, mengerjakan tugas, mengikuti lomba, bergabung dalam organisasi yang dirasa cocok dengan visi hidup kita, atau kuliah yang diselingi dengan hangout bersama teman dekat atau pacar. Sekali lagi, tidak ada salah dengan itu. Masing-masing kita mempunyai cara dalam menyeimbangkan hidup kita dari tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa. Di sela-sela kuliah, kadang kita duduk-duduk di bawah pohon (atau duduk di bangku kantin sembari menunggu pesanan datang) dan membicarakan hal-hal yang mungkin kalau kita ingat, kita merasa bodoh juga sempat menghabiskan tenaga dalam mengurusi masalah orang lain. “eh, putus mi ini dengan itu toh?”, “jadian ki bede si dia dengan dia?” ataukah “ngapamamo ini dosen itu”, “jeleknya mengajar dosen itu”. Kemudian lama kelamaan naik ke level pembicaraan lebih tinggi, “bab berapa mako?”, “moko kuliah di mana habis S1?”, dan pertanyaan lain yang kemudian mengharuskan kita memikirkan kembali ketika telah merebahkan badan di kasur kamar kontrakan.

Kemudiaan….

Jreengg….!!

5 tahun sudah berlalu, secepat membalas pesan dari odo’-odo’. Bagi saya sendiri, saat ini adalah perpisahan kepada kehidupan sarjana. Ada yang lebih cepat berpisah, dan ada pula yang masih nyaman dan berusaha untuk berkarya atau melakukan hal positif dengan status mereka sebagai mahasiswa. Sedikit klise, tidak ada yang salah dengan itu. Persahabatan dibentuk oleh beberapa hal. Ada yang bersahabat karena sama-sama benci si Anu. Ada yang dekat karena sama visi hidup dan seperjuangan, dan ada pula yang karena sama-sama mengalami masalah hidup yang sama, atau pun karena sering “bobo bareng”. Namun, ada juga yang agak aneh. Walau misalnya kita mempunyai masalah berbeda, visi misi yang berbeda, background yang berbeda, tetap kita saling menguatkan. Dan pastinya, sebagai seorang makhluk sosial, kita telah menemukan sahabat masing-masing dalam kumpulan manusia-manusia yang dipertemukan dalam ranah akademik dan dalam usaha pencarian jawaban “mengapa saya dilahirkan di dunia”. Pertemuan dan persahabatan kita adalah takdir.

Seperti kata pepatah, jika ada pertemuan, maka akan ada perpisahan. Sebagian dari kita, ada yang ditinggalkan, ada yang meninggalkan. Walau, kata orang, teknologi menjadikan jarak tidak lagi menjadi masalah dalam menjaga hubungan pertemanan, bagi saya, kehadiran seseorang (beberapa orang) tetaplah tidak tergantikan. Tidak akan sama. Tidak ada teman yang mungkin kamu minta tolong beri makan ikanmu, atau bantu kamu pindahkan barangmu jika rumah kena banjir, atau sekedar temani kamu makan di blok sebelah. Walau mungkin nanti kalian dapat teman yang seperti itu, rasanya akan beda.

Masing-masing kita telah menemukan jalan (atau akan) menemukan jalan yang kita harapkan (atau bahkan tidak jalan pernah diekspektasikan sebelumnya). Bagi yang meninggalkan, mereka akan mulai hidup baru, mencari teman baru, atau memulai dari nol kembali untuk menemukan seseorang yang dapat dipercaya hanya untuk menceritakan hal-hal jahiliah yang masing-masing pernah kita lakukan. Begitu pula bagi yang ditinggalkan, juga akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi tanpa kehadiran yang meninggalkan. Frekuensi komunikasi pun akan sedikit demi sedikit berkurang. Sebulan dua bulan pertama, kita masih intense ber-LINE atau BBM ria. Setengah tahun kemudian frekuensi sms-an atau telpon-telponan dengan sahabat mulai berkurang yang dikarenakan kesibukan dalam tahap lanjut dari pencarian “rejeki” masing-masing. Dan akhirnya, (mungkin) lost contact. Mungkin karena terlalu sibuk, atau karena ganti nomor telepon, atau karena lupa password akun media sosialnya.

Hal ini wajar. Walaupun ketika kita sampai pada tahap grup LINE kita tidak ramai lagi, percaya lah, waktu dan momen yang telah terlewati dengan teman dekat tidak akan hilang dari ingatan. Momen dan waktu yang habis yang membentuk siapa kita. Kebersamaan yang terlewati tetap akan melekat di hati, ibarat jerawat pubertas di wajah anak ABG (weee, AaaBeGee…).

Inilah sebenarnya yang ingin saya katakan, walaupun kita sudah punya jalan masing-masing, dan telah berada di titik perjalanan hidup yang mengharuskan kita berpisah, suatu saat, garis takdir kita akan kembali dipertemukan. Wajah-wajah yang 5 tahun lalu (atau 7 tahun lalu bagi “mahasiswa level anak band”) yang selalu lihat tiap hari akan kalian temui lagi. Inilah yang menjadi buah manis perpisahan. Walau kita berpisah lama, kelak ketika bertemu, lamanya waktu perpisahan yang telah berlalu akan terobati dengan satu pertemuan tadi, seakan kita tidak pernah berpisah. Dalam pertemuan tersebut, kita akan saling belajar dari asam dan manis kehidupan yang teman kita telah cicipi, yang saling dipertukarkan melalui cerita. Ibarat menahan haus ketika berpuasa, semakin lama kita menahan dahaga, semakin terasa nikmat pula es tes manis yang diminum saat berbuka. Begitu lah juga dengan pertemuan. Pertemuan semakin nikmat jika kita lama tak bersua, dan ketika bertemu, tumpah lah semua cerita yang telah kita simpan untuk diceritakan kepada sahabat lamamu, termasuk cerita tentang seseorang yang telah mengambil atau membuatmu patah hati.

Teman-teman sekalian, selamat berjuang dengan fase lanjut hidup kalian. Mari kita saling mendoakan dan mengingatkan.

Orang bugis bilang, “Jika kita tanam padi, pasti akan tumbuh juga rumput. Namun jika rumput yang kita tanam, padi tidak akan kita dapatkan”. Yang artinya, jika kejar akhirat, dunia pasti kita akan dapatkan. Jika hanya kejar dunia, tidak ada akhirat untuk kita. Bukan untuk menggurui, namun sebenarnya ini hanyalah pengingat untuk diri saya pribadi.

Saya mengakhiri tulisan singkat ini dengan kutipan dari Andrea Hirata yang diinteprasikan dari pemikiran agung Harun yahya :  

“Hidup adalah nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis (tidak pakai bombastis ji), namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun yang terjadi karena kebetulan. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan.”


Makassar, 11 Juli 2015.


Zulfikar Dilahwangsa
(Hampir Ammali Community)